kisah tukang cukur
seperti biasanya, seorg laki2, sebut saja steve, datang ke sebuah salon untuk memotong rambut & jenggotnya. ia-pun memulai pembicaraan yg hangat dgn tukang cukur yg melayaninya. berbagai macam topik-pun akhirnya jd pilihan, hingga akhirnya Tuhan jd subyek pembicaraan."tuan, saya ini tdk percaya kl Tuhan itu ada spt yg anda katakan tadi", ujar si tukang cukur. mendengar ungkapan itu, steve terkejut & bertanya: "mengapa anda berkata demikian?".
"mudah saja, anda tinggal menengok ke luar jendela itu & sadarlah bhw Tuhan itu memang tdk ada. tolong jelaskan pd saya, jk Tuhan itu ada, mengapa banyak anak yg sakit? mengapa banyak anak yg terlantar? jk Tuhan itu ada, tentu tdk ada sakit & penderitaan. Tuhan macam apa yg mengijinkan smua itu terjadi?", ungkapnya dgn nada yg tinggi.
steve-pun berpikir ttg apa yg baru saja dikatakan sang tukang cukur. namun, ia sama sekali tdk memberi respon agar argumen tsb tdk lebih meluas lagi.
ketika sang tukang cukur selesai melakukan pekerjaannya, steve-pun berjalan keluar dr salon. baru beberapa langkah, ia berpapasan dgn seorg laki2 berambut panjang & jenggotnya pun lebat. sepertinya ia sudah lama tdk pergi ke tukang cukur & itu membuatnya terlihat tdk rapi.
steve kembali masuk ke dlm salon & kmdn berkata pd sang tukang cukur, "tuan, tukang cukur itu ternyata tdk ada!". sang tukang cukur pun heran dgn perkataan steve tsb.
"bagaimana mungkin mereka tidak ada? buktinya adl saya. saya ada disini & saya adl seorg tukang cukur", sanggahnya.
steve kembali berkata tegas, "tidak, mereka tdk ada. kalau mereka ada, tdk mungkin ada org yg berambut panjang & berjenggot lebat spt contohnya org di luar itu".
"ah, anda bisa saja. tukang cukur itu selalu ada dimana-mana. yg tjd pd pria itu adl krn dia tdk mau dtg ke salon saya untuk dicukur", jawabnya tenang sambil tersenyum.
"tepat!", tegas steve. "itulah point-nya. Tuhan itu ada. Yg tjd pd umat manusia itu adl krn mrk tdk mau dtg mencari & menemui-Nya. itulah sebabnya mengapa tampak begitu banyak penderitaan di seluruh dunia ini."
dikutip dari bulettin st paulus - bdg